Dikisahkan, biasanya di hari ulang tahun Putri, ibu
pasti sibuk di dapur memasak dan menghidangkan makanan kesukaannya. Tepat saat
yang ditunggu, betapa kecewa hati si Putri, meja makan kosong, tidak tampak
sedikit pun bayangan makanan kesukaannya tersedia di sana. Putri kesal, marah,
dan jengkel.
"Huh, ibu sudah tidak sayang
lagi padaku. Sudah tidak ingat hari ulang tahun anaknya sendiri, sungguh
keterlaluan," gerutunya dalam hati. "Ini semua pasti gara-gara adinda
sakit semalam sehingga ibu lupa pada ulang tahun dan makanan kesukaanku. Dasar
anak manja!"
Ditunggu sampai siang, tampaknya
orang serumah tidak peduli lagi kepadanya. Tidak ada yang memberi selamat,
ciuman, atau mungkin memberi kado untuknya.
Dengan perasaan marah dan sedih,
Putri pergi meninggalkan rumah begitu saja. Perut kosong dan pikiran yang
dipenuhi kejengkelan membuatnya berjalan sembarangan. Saat melewati sebuah
gerobak penjual bakso dan mencium aroma nikmat, tiba-tiba Putri sadar, betapa
lapar perutnya! Dia menatap nanar kepulan asap di atas semangkuk bakso.
"Mau beli bakso, neng? Duduk
saja di dalam," sapa si tukang bakso.
"Mau, bang. Tapi saya tidak
punya uang," jawabnya tersipu malu.
"Bagaimana kalau hari ini abang
traktir kamu? Duduklah, abang siapin mi bakso yang super enak." Putri pun
segera duduk di dalam.
Tiba-tiba, dia tidak kuasa menahan
air matanya, "Lho, kenapa menangis, neng?" tanya si abang.
"Saya jadi ingat ibu saya,
nang. Sebenarnya... hari ini ulang tahun saya. Malah abang, yang tidak saya
kenal, yang memberi saya makan. Ibuku sendiri tidak ingat hari ulang tahunku
apalagi memberi makanan kesukaanku. Saya sedih dan kecewa, bang."
"Neng cantik, abang yang baru
sekali aja memberi makanan bisa bikin neng terharu sampai nangis. Lha, padahal
ibu dan bapak neng, yang ngasih makan tiap hari, dari neng bayi sampai segede
ini, apa neng pernah terharu begini? Jangan ngeremehin orangtua sendiri neng,
ntar nyesel lho."
Putri seketika tersadar,
"Kenapa aku tidak pernah berpikir seperti itu?"
Setelah menghabiskan makanan dan berucap
banyak terima kasih, Putri bergegas pergi. Setiba di rumah, ibunya menyambut
dengan pelukan hangat, wajah cemas sekaligus lega,
"Putri, dari mana kamu seharian
ini, ibu tidak tahu harus mencari kamu ke mana. Putri, selamat ulang tahun ya.
Ibu telah membuat semua makanan kesukaan Putri. Putri pasti lapar kan? Ayo
nikmati semua itu."
"Ibu, maafkan Putri, Bu,"
Putri pun menangis dan menyesal di pelukan ibunya. Dan yang membuat Putri
semakin menyesal, ternyata di dalam rumah hadir pula sahabat-sahabat baik dan
paman serta bibinya. Ternyata ibu Putri membuatkan pesta kejutan untuk putri
kesayangannya.
Saat kita mendapat pertolongan atau
menerima pemberian sekecil apapun dari orang lain, sering kali kita begitu
senang dan selalu berterima kasih. Sayangnya, kadang kasih dan kepedulian tanpa
syarat yang diberikan oleh orangtua dan saudara tidak tampak di mata kita.
Seolah menjadi kewajiban orangtua untuk selalu berada di posisi siap membantu,
kapan pun.
Bahkan, jika hal itu tidak
terpenuhi, segera kita memvonis, yang tidak sayanglah, yang tidak mengerti anak
sendirilah, atau dilanda perasaan sedih, marah, dan kecewa yang hanya merugikan
diri sendiri. Maka untuk itu, kita
butuh untuk belajar dan belajar mengendalikan diri, agar kita mampu hidup
secara harmonis dengan keluarga, orangtua, saudara, dan dengan masyarakat
lainnya.
S :
andriewongso.com